Saturday 25 May 2019

Strategi Mengatur Tempat Duduk Siswa

Ketika hendak mengatur bagaimana susunan tempat duduk siswa di kelas, seorang guru harus mengetahui apa kelemahan dan kelebihan dari bentuk-bentuk pengaturan tempat duduk. Dengan demikian ia dapat memilih mana susunan yang paling baik untuk karakter para siswanya saat itu. Masing-masing bentuk susunan tempat duduk siswa memiliki kelebihan sekaligus kelemahan, tidak ada yang sempurna.


Filosofi susunan tempat duduk siswa sebenarnya adalah menentukan ruang interaksi pembelajaran. Pengaturan tempat duduk tertentu akan berdampak pada di sebelah mana interaksi pembelajaran akan lebih dominan, dan sebelah mana yang kurang interaktif.

Secara umum pengaturan tempat duduk siswa di kelas terbagi menjadi empat bentuk yaitu:
  1. Baris tradisional (traditional rows). Adalah susunan dimana siswa duduk satu-satu dalam beberapa baris menghadap guru dan papan tulis atau layar. Pesan utama susunan ini adalah otoritas guru sebagai pemberi pelajaran. Keuntungannya adalah: guru mudah bergerak ke masing-masing tempat duduk siswa, siswa mudah melihat guru, masing-masing siswa tidak saling mengganggu dan guru mudah memantau siswa memperhatikan atau tidak. Adapun kelemahan susunan ini adalah: siswa sulit belajar dalam bentuk kelompok, siswa tidak saling melihat dalam diskusi, siswa di bagian belakang sering berkurang perhatiannya.
  2. Berkelompok-kelompok (cluster). Adalah susun dimana kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang sama rata, dimana siswa duduk melingkar di dalam masing-masing kelompok. Susunan ini menunjukkan bahwa keutamaan kelas adalah berdiskusi membangun pengetahuan bersama. Keuntungan susunan ini adalah: guru dapat mudah berinteraksi dengan kelompok atau personal, siswa lebih mudah belejar dalam kelompok, para siswa dapat saling melihat dan berdiskusi. Adapun kelemahannya adalah: meminta perhatian semua siswa pada guru agak sulit karena ada siswa yang tidak menghadap guru, guru agak sulit memonitor pemahaman keseluruhan siswa.
  3. Berpasangan (pairs). Seperti susunan baris tradisional, namun tidak sendiri-sendiri melainkan berpasangan. Dalam susunan ini siswa tetap dapat bekerjasama (dalam pasangan) namun dengan tetap mudah memperhatikan guru sebagai otoritas utama. Keuntungan dari susunan ini merupkan gabungan dari susunan pertama dan kedua,sedangkan kelemahannya adalah pada aktivitas individual siswa di sebelah dapa mengganggu. Siswa di bagian belakang juga mungkin kehilangan fokus.
  4. Bentuk U (U shaped). Adalah susunan dimana tempat duduk siswa membentuk huruf U menghadap ke guru yang berada di tengah sehingga jarak interaksi semua siswa pada guru adalah sama. Keuntungannya adalah: perhatian semua siswa sama, guru dapat memonitor semua siswa dengan baik, komunikasi antar siswa menjadi lebih baik. Sementara kelemahannya adalah: lebih banyak peluang untuk munculnya kegaduhan, pada belajar individual lebih banyak kemungkinan adanya gangguan dari teman sebelah, dan sulit untuk bekerja dalam kelompok kecil.
Gambar masing-masing susunan di atas dapat dilihat atau diunduh disini.

Mungkin ada bentuk lain dari susunan tempat duduk siswa, namun pasti juga memiliki kelebihan dan kelemahannya tersendiri. Guru harus mempertimbangkan bagaimana kondisi siswa, apa yang dibutuhkan mereka, serta kemampuannya sendiri untuk mengatur siswa selama pembelajaran. Bagaimana menurut anda, mana yang lebih cocok untuk kelas anda?

Daftar Rujukan:

Garret, T. (2014). Effective Classroom Management; The Essentials. New York: Teachers College Press.

https://pixabay.com

Thursday 23 May 2019

Manajemen Kelas, Dulu dan Sekarang

Para siswa, terutama yang telah menginjak usia remaja, mengalami perkembangan emosional di dalam dirinya. Hal itu membuat seringkali perilaku mereka seperti ledakan-ledakan yang sulit dikendalikan. Selain karena aspek perkembangan, pengalaman hidup yang telah menunjukkan banyaknya kenyataan yang tidak sesuai harapan membuat siswa terutama di kelas menengah seringkali menabrak aturan kelas ataupun sekolah.

Dalam kondisi demikian, maka tugas guru menjadi cukup berat. Sekian banyak siswa di dalam kelas harus dapat dikondisikan untuk belajar. Manajemen kelas menjadi salah satu kemampuan utama guru.


Pada zaman dulu, para guru belum familiar dengan istilah manajemen kelas. Mereka lebih familiar dengan istilah disiplin kelas. Fungsi dari disiplin kelas adalah mengendalikan dan menurunkan perilaku-perilaku yang menghambat belajar melalui hukuman. Kondisi seperti ini berlangsung di sekolah-sekolah pada tahun 1800-an.

Setelah berlangsung cukup lama, kenyataannya disiplin kelas menggunakan hukuman tidak dapat menghilangkan perilaku menghambat belajar. Karena itu pada tahun 1900-an para guru, seiring dengan pergeseran sosial dan filsafat pendidikan, mulai lebih mengarah pada manajemen kelas yang menekankan pada pemotivasian dan kebebasan belajar. Kebebasan belajar yang sangat besar diberikan, namun hingga tiga puluh tahun berlalu kelas-kelas tidak berubah menjadi lebih baik. Bahkan banyak yang lebih "menakutkan."

Di tahun 2000-an konsep manajemen kelas kembali bergeser pada pengendalian belajar. Pengendalian di sini lebih diarahkan pada pengendalian even-even belajar, bukan pada pengendalian siswa. Fokus pada pencegahan bukan pada hukuman. Untuk itu perencanaan dalam manajemen kelas perlu dilakukan meliputi:
  1. Pencegahan perilaku-perilaku menghambat belajar.
  2. Membantu siswa mengembangkan pengendalian diri.
  3. Mengajukan prosedur-prosedur dalam menghadapi perilaku menghambat belajar (yang ternyata tetap terjadi walaupun dihambat).
Para penliti psikologi juga mengembangkan prosedur yang dapat digunakan guru untuk membentuk perilaku positif, salah satunya menggunakan teknik penguatan B.F. Skinner (untuk lebih jelasnya silahkan baca atau unduh disini).

Setiap budaya juga memiliki keunikan yang membuat guru harus menyesuaikan teori manajemen yang mereka miliki dengan lingkungan dan budaya sekitar. Dalam mengajar guru harus terus mempelajari kondisi para siswanya.

Daftar Rujukan:


Carjuzaa, j. Kellough, R.D. (2013). Teaching in the Middle and Secondary Schools. Tenth Edition. Upper Saddle River: Pearson Education, Inc.

https://pixabay.com

Wednesday 22 May 2019

Belajar Melalui Praktik

Kita ketahui bersama, dan rasanya semua setuju, bahwa praktik penting bagi perkembangan belajar siswa. Anak-anak bahkan sebelum sekolah telah menerapkan metode pratik untuk mempelajari banyak hal. Misalnya anak nelayan yang mencoba mempraktikkan bagaimana cara membelah ikan dan mengeringkannya. Atau anak petani yang mempraktikkan bagaimana menabur biji-biji padi yang akan dijadikan benih.


Praktik adalah aktivitas dimana siswa atau anak-anak menerapkan pengetahuan atau keterampilan tertentu di dalamnya. Tujuan dari praktik adalah agar mereka benar-benar dapat menguasai keterampilan dan pengetahuan tersebut. Dalam dunia kerja, praktik akan mengasah profesionalitas kerja. 

Sayangnya tidak setiap praktik efektif untuk membuat siswa terampil. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa tidak semua praktik dapat benar-benar meningkatkan kemampuan atau keterampilan siswa. Bahkan dalam satu proses belajar yang sama, anak-anak dengan sikap yang berbeda dapat mengalami hasil belajar yang jauh berbeda. 

Ambrose, dkk (2010) mengungkapkan beberapa aspek penting dalam belajar melalui praktik agar dapat berjalan efektif yaitu:
  1. Fokus pada tujuan tertentu (spesifik). Tanpa tujuan yang jelas maka praktik akan berlangsung tanpa arah. Tidak jelas akhir dari praktik tersebut siswa diharapkan untuk bisa melakukan apa. Praktik hanya dilakukan untuk memberi contoh suatu keterampilan pada siswa tanpa membuat mereka tertuntut untuk dapat melakukan apa. Tujuan harus jelas (untuk membuat tujuan yang jelas seringkali guru harus menggunakan kata-kata kerja spesifik seperti dalam taksonomi dalam link ini). 
  2. Buatlah target yang relatif sesuai dengan kemampuan siswa sebelumnya. Aktivitas yang terlalu sulit untuk dipelajari menjadi tidak mungkin untuk dipelajari, sebaliknya yang terlalu mudah tidak akan membuat siswa belajar apa pun karena mereka telah menguasainya. Level kesulitan dalam praktik yang dilakukan harus rasional. 
  3. Kuantitas (waktu dan jumlah praktik) yang pas dengan level tujuan yang dibuat. Prakrik membutuhkan waktu, oleh karena itu berapa waktu dan jumlah praktik yang mungkin dapat dilakukan harus menjadi salah satu pertimbangan utama seorang guru dalam merancang dan menyusun tujuan dari praktik yang akan dilakukan oleh siswa.
  4. Umpan balik yang jelas dan spesifik pada kesalahan. Setiap siswa tentu akan melakukan kesalahan pada praktik yang mereka lakukan. umpan balik (evaluasi) yang jelas menunjukkan apa dan bagaimana kesalahan itu akan membuat siswa dapat memperbaikinya pada praktik mendatang. Umpan balik sebaiknya juga memberikan solusi bagi permasalahan siswa.
Daftar Rujukan:

Ambrose, S.A., dkk. (2010). Seven Research-Based Principles for Smart Teaching. San Francisco, CA: Jossey-Bass

https://pixabay.com

Thursday 16 May 2019

Prior Knowledge

Siswa masuk ke dalam kelas bukan sebagai bahan-bahan dasar makanan yang dengan mudah diolah berdasarkan kemauan guru. Mereka bukan juga wadah kosong yang siap untuk diisi pengetahuan baru. Siswa datang ke dalam kelas, mengikuti pelajaran, dengan membawa pengetahuan sebelumnya (prior knowledge). Pengetahuan yang mereka peroleh dari proses belajar yang lain atau dari kehidupan sehari-hari.

Proses belajar siswa, bagaimana cara dan kesulitan mereka untuk memahami apa yang dipelajari di kelas, sangat dipengaruhi oleh prior knowledge yang mereka bawa. Untuk itu guru harus benar-benar dapat mengantisipasi hal ini.


Ada prior knowledge yang telah bersifat akurat (misalnya konsep yang telah dipelajari siswa dari kelas sebelumnya), namun ada juga yang bersifat tidak akurat (misalnya konsep berdasarkan cerita yang diyakini siswa sejak kecil). Apapun itu, prior knowledge yang berkaitan dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan guru di kelas, akan menjadi kacamata atau filter bagi siswa untuk memahami pengetahuan baru tersebut. Dengan kata lain prior knowledge akan menjadi pondasi bagi pembentukan pengetahuan baru.

Tidak akuratnya prior knowledge akan membuat pengetahuan baru yang terbentuk dari proses belajar selanjutnya akan mengalami distori dari makna yang seharusnya. Guru yang bersemangat mengajar namun kurang memperhatikan prior knowledge siswa tanpa disadari dapat menghasilkan kesalahan konsep.

Sebagai guru, mungkin anda sering mendapatkan kenyataan bagaimana para siswa yang telah mempelajarai konsep tertentu (dan sukses dalam ujian) ternyata setelah beberapa lama pemahaman mereka kembali salah, seperti pada kondisi belum mempelajari konsep tersebut. Mengapa ini terjadi? kemungkinan besar adalah karena konsep tersebut tidak benar-benar mereka pahami (pengetahuan baru yang terebentuk tidak berbeda dengan prior knowledge). Mereka dapat menjawab ujian hanya berdasarkan hafalan.

Pengetahuan yang telah menjadi bagian dari skema kognitif kita akan menjadi pondasi bagi pembentukan pengetahuan baru. Itulah mengapa prior knowledge sangat berpengaruh pada hasil belajar. Guru harus berhati-hati mengenalinya (untuk mengetahui prior knowledge siswa, guru dapat menggunakan beberapa teknik seperti pada lampiran ini).

Setelah itu, para guru dapat mempelajari hasil-hasil penelitian para ahli untuk memperbaiki prior knowledge siswa yang tidak akurat (contoh bagaimana metodenya silahkan baca atau unduh disini). Tanpa itu maka usaha keras mengajar akan banyak hilang setelah ujian.

Daftar Rujukan:

Ambrose, S.A., dkk. (2010). Seven Research-Based Principles for Smart Teaching. San Francisco, CA: Jossey-Bass

https://pixabay.com

Integrasi Teknologi dan Konten Pembelajaran

Abad modern dikenal juga sebagai abad ilmu pengetahuan dan teknologi. Permulaan abad 21 semakin menunjukkan bahwa kehidupan manusia benar-benar akan lengket dan menyatu dengan penggunaan teknologi. Banyak hal mustahil yang dapat kita temui melalui perkembangan teknologi canggih di abad ini.

Dunia pendidikan pun tak lepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Kemudahan-kemudahan belajar di kelas, bahkan dengan munculnya kelas di dunia maya (on line classroom) tidak lagi menjadi sesuatu yang asing. Anak-anak begitu cepat beradaptasi dengan kemajuan teknologi, dan demikian juga seharusnya para guru. 


Ada dua jenis teknologi. Pertama adalah teknologi perangkat keras yang berupa berbagai perangkat atau alat buatan manusia yang dapat membantu atau memudahkan kehidupan manusia. semua alat di sekitarmu adalah teknologi, mulai dari hanya sekedar meja, kursi, pisau hingga yang canggih seperti mobil, traktor, robot dan pesawat. Kedua adalah teknologi komunikasi dan informasi yang berupa berbagai peralatan yang membantu manusia untuk berkomunikasi dan mengakses informasi seperti televisi, telpon, komputer dan android, dengan kemampuan untuk mengases internet.

ICT atau teknologi komunikasi dan informasi mengalami puncak perkembangannya di abad 21 ini. Dalam dunia pendidikan, ICT yang digunakan biasanya adalah berupa:
  1. Hardware seperti papan interaktif, komputer dan printer.
  2. Portable mobile divice, seperti smartphone, laptop, tablet dan kamera digital.
  3. Software seperti microsoft word, excel, editor foto dan video dan simulasi komputer.
  4. Aplikasi internet seperti blog, wiki, cloud computing, search engine (seperti google), dan video streaming.
Seringkali teknologi yang diserahkan kepada sekolah melalui bantuan pemerintah atau pihak swasta tidak dapat digunakan oleh para guru karena keterbatasan skil. Di sinilah dibutuhkan semanga untuk terus belajar. Setelah mampu menggunakannya, para guru juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai teknologi tersebut ke dalam pembelajaran. Pengetahuan untuk mengintegrasikan teknologi secara efektif ke dalam pembelajaran disebut dengan technological pedagogical content knowledge (TPCK).

Setiap mata pelajaran memiliki karakternya sendiri sehingga bagaimana untuk mengintegrasikan teknologi ke dalamnya juga berbeda. Menggunakan teknologi secara sembarang tanpa pertimbangan dan perencanaan yang tepat justru akan membuat pelajaran terhambat.

Untuk mengetahui aspek-aspek dalam TPCK silahkan baca atau unduh disini.

Daftar Rujukan:

Johnson, Nicola F. (2016). Teaching with Information and Communication Technologies. Dalam Teaching Making a Difference. Milton Qld 4064: John Wiley & Sons

https://pixabay.com 

Wednesday 15 May 2019

Peran "Private Speech" menurut Vygotsky

Berbicara pada diri sendiri (private speech) sering kita temui pada anak kecil. Sambil bermain dapat kita dengar bagaimana mereka berbicara sendiri. Kita pun sering berbicara sendiri, namun lebih tak terdengar (bahkan mungkin tanpa suara). 

Berbicara sendiri adalah kejadian biasa. Bahkan mungkin dianggap negatif oleh banyak orang. namun sesungguhnya kegiatan itu memiliki peran besar dalam perkembangan kejiwaan dan kedewasaan seseorang. Lev Vygotsky adalah ilmuwan yang mengungkap bagaimana peran berbicara sendiri bagi perkembangan manusia.


Menurut Vygotsky, berbicara sendiri memiliki peran kuat yang mengarahkan perilaku dan pikiran manusia. Sejak masa kanak-kanak aktivitas tersebut telah menjadi prekursor bagi kemampuan anak untuk mempertahankan fokus pada suatu pekerjaan. Pada saat kita hendak mengingat atau menghafal sebuah informasi biasanya bicara sendiri menjadi cara untuk terus mengulangi informasi yang hendak dihafal. Demikian pula ketika hendak memecahkan sebuah permasalahan, maka diri kita seolah terbagi menjadi dua orang yang saling berdialog untuk menganalisis dan mencari solusi permasalahan.

Bicara sendiri menjadi sebuah alat yang dapat digunakan oleh anak-anak untuk menguji pemikiran mereka baik dalam menganalisis atau memecahkan permasalahan. Berbicara sendiri bahkan dapat menjadi alat untuk mengontrol emosi dan mengendalikan diri (self regulation). Ketika sedang dilanda marah, seseorang yang bisa berbicara pada diri sendiri umumnya akan segera berdialog pada diri sendiri mengenai apa yang menyebabkan ia marah, mengapa harus marah, apa dampak-dampaknya, dan berbagai tema terkait dalam waktu yang cukup lama. Proses itu akhirnya dapat meredakan kemarahannya.

Seiring dengan pertambahan usia dan kedewasaan, maka aktivitas bicara sendiri menjadi lebih tidak terdengar namun sebenarnya terus terjadi dan bahkan memegang peran yang besar. Penelitian Lidstone dan koleganya menunjukkan bahwa anak-anak yang benyak berbicara sendiri ternyata dapat mencapai prestasi belajar lebih dari kawan-kawannya, dapat menikmati proses belajarnya dan belajar secara lebih efektif dari pada yang tidak atau jarang melakukan.

Nah, berdasarkan temuan-temuan ini kita tentu harus lebih menghargai dan bahkan memanfaatkan aktivitas berbicara sendiri ini. Bagaimana bicara sendiri yang efektif? Para ilmuwan mencoba untuk memformulasikannya (salah satu contohnya dapat anda baca atau unduh disini). Namun tidak menutup kemungkinan bagi kalian untuk menemukannya sendiri.

Daftar Rujukan:

Eggen, P. Kauchak, D. (2016).  Educational Psychology, Windows on Classrooms. Tenth Edition. Upper Saddle River: Merrill

https://pixabay.com


Tuesday 14 May 2019

Pendidikan Relevan Kultur [Culturally Relevant Pedagogy]

Kajian tentang kultur masyarakat menunjukkan bahwa kita tidak dapat mengukur suatu perilaku dari satu kacamata kultur saja. Seperti misalnya belajar bersama antara anak laki-laki dan perempuan tanpa membeda-bedakan aktivitas fisiknya bagus di banyak tempat, namun bisa jadi hal tersebut dianggap tidak pantas di tempat dengan kultur yang berbeda. Contoh lain misalnya ketika seorang siswa menyapa guru dengan memanggil nama langsung bagus di kultur Amerika namun kurang sopan jika dilakukan di kultur Indonesia.


Indonesia sendiri adalah negara dengan banyak suku, adat istiadat dan kultur. Walaupun secara nasional, bahasa dan landasan negara kita telah disatukan namun berbedaan kultural tersebut tetap melekat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dalam dunia pendidikan terdapat konsep pendidikan relevan kultur. Yaitu suatu konsep dimana pendidikan, terutama pendidikan formal di sekolah, seharusnya benar-benar memperhatikan kondisi kultural asal siswa. Proses belajar yang dilakukannya seharusnya menjadikan mereka memahami kultur mereka sendiri dengan lebih baik sehingga sekolah nantinya dapat membuat mereka dapat beradaptasi dan membangun masyarakatnya menjadi lebih baik.

Gerakan pendidikan relevan kultur didasari oleh kenyataan mengenai banyaknya sekolah yang menerapkan proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan kultur siswa. Tidak membuat anak-anak memahami kehidupan mereka sendiri. Sehingga semakin tinggi sekolah semakin seseorang terasing dari masyarakatnya.

Ladson-Billings mengembangkan konsep pendidikan relevan kultur meliputi tiga aspek yaitu:
  1. Siswa harus mengalami kesuksesan akademik. Para siswa harus dapat mengembangkan keterampilan akademik mereka, walaupun bervariasi. 
  2. Siswa harus mengembangkan kompetensi kultural mereka. Guru memanfaatkan kultur siswa sebagai kendaraan untuk belajar. Misalnya guru bahasa memanfaatkan pepatah lokal untuk mengajarkan konsep tentang makna konotatif dalam bahasa.
  3. Siswa harus mengembangkan kesadaran kritis. 
Selanjutnya James A. Banks menyatakan bahwa pendidikan relevan kultur lebih dari sekedar menyesuaikan kurikulum. Pendidikan ini harus memperhatikan dimensi-dimensi lainnya, dia menyebutkan ada lima dimensi yang harus diperhatikan yaitu integrasi konten, proses konstruksi pengetahuan, reduksi prasangka, memberdayakan kultur sekolah dan struktur sosial, serta kesetaraan pendidikan (untuk penjelasan masing-masing dimensi silahkan dilihat dan diunduh disini).

Daftar Rujukan

Woofolk, A. (2016). Educational Psychology.Thirteenth Edition. London: Pearson

https://pixabay.com

Monday 13 May 2019

Strategi Memulai Pembelajaran

Seringkali guru terlalu fokus pada konten pembelajaran, sehingga tidak merencanakan bagaimana dia akan memulai pembelajaran. Akibatnya siswa tidak merasakan pentingnya atau menariknya pelajaran yang akan ia terima. Selanjutnya proses belajar berlangsung pasif, hanya terdapat beberapa siswa yang mau mengikuti dan berpartisipasi dalam aktivitas belajar.


Memulai pelajaran begitu penting, seperti kata bijak bahwa sentuhan pertama memberi kesan yang tak akan pernah terlupa. Maksudnya bahwa awal yang buruk atau hambar akan memberi kesan negatif yang selanjutnya mempengaruhi siswa di sepanjang proses pembelajaran. Untuk itulah sebaiknya guru merancang bagaimana strateginya untuk memulai pembelajaran.

Shostak (2011) menjelaskan bahwa awal pembelajaran yang terencana memiliki empat fungsi yaitu: 
  1. Memfokuskan siswa, yaitu dari berbagai aktivitas atau pikiran yang menguasai psikologi siswa sebelumnya (baik dari luar kelas atau pun dari pelajaran sebelumnya)
  2. Membuat siswa mengerti apa yang diharapkan (ekspektasi) dari proses belajar tersebut.
  3. Memotivasi siswa agar benar-benar terlibat dalam proses belajar. Berbagai aktivitas, visualisasi, cerita pengantar, media dapat dimanfaatkan untuk memunculkan motivasi siswa terhadap pelajaran. 
  4. Menghubungkan pelajaran dengan pengetahuan sebelumnya. Tanpa awal yang baik, siswa mungkin tidak memahami bahwa konten pelajaran berkaitan dengan beberapa pengetahuan yang dimilikinya, sehingga mereka kurang mendapatkan makna dari pelajaran tersebut.
Demikianlah, awal pembelajaran tidak hanya bertujuan membuat siswa fokus pada permulaannya, tetapi ternyata juga terus mempertahankan fokus tersebut dengan menaikkan level motivasi mereka. Ia juga penting dalam hal mengaitkan pelajaran dengan pengetahuan yang sebelumnya dimiliki siswa (baik pada pelajaran sebelumnya, atau pun dari pengetahuan sehari-hari mereka).

Dengan demikian strategi memulai pembelajaran direncanakan untuk memenuhi keempat tujuan tersebut. Dimulai dari aktivitas apa yang dapat memfokuskan siswa, membuat mereka mengerti apa yang dipelajari selanjutnya dan hubungannya dengan apa yang telah diketahui sebelumnya, Direncanakan juga aktivitas yang dapat meningkatkan motivasi dari siswa yang sebelumnya telah mulai fokus.

Masing-masing guru, dengan pengalaman mereka, tentu memiliki strategi unik sesuai dengan karakter siswa dan pelajaran yang diampu. Sebagai contoh bagaimana implementasi dari perencanaan strategi memulai pembelajaran dapat dilihat dan diunduh disini.

Daftar Rujukan:

Shostak, R. (2011). Involving Students in Learning. Dalam Classroom Teaching Skills. Ninth Edition. Belmont, CA: Wadworth Cengage Learning.

https://pixabay.con

Memahami Temperamen Siswa

Banyak siswa di sekolah, tentu tidak sama, masing-masing memiliki karakter unik yang membedakan satu dengan yang lain. Ada yang sangat aktif, namun di lain pihak ada juga yang kalem, lamban dalam menyikapi sesuatu. Hal tersebut berkaitan dengan temperamen.

Secara sederhana temperamen dapat diartikan pola perilaku seseorang dalam merespon sesuatu. Seperti contoh di atas, ada yang aktif namun ada juga yang kalem atau bahkan pasif. Bates dan Pettit menjelaskan temperamen meliputi dua aspek yaitu reaksi emosional dan regulasi diri. Reaksi emosional adalah kecepatan dan intensitas seseorang merespon situasi baik dengan emosi positif atau negatif. Sedangkan regulasi diri adalah kemampuan seseorang untuk mengatur emosinya.


Thomas dan Chess menggolongkan temperamen ke dalam tiga jenis temperamen secara sederhana yaitu:
  1. Anak aktif (easy child), umumnya dengan mood yang positif, mudah mengatur diri dan beradaptasi dengan pengalaman baru.
  2. Anak bebal (difficult cild), umumnya cepat menangis, bereaksi negatif, rutinitasnya tidak menentu dan lambat menerima perubahan.
  3. Anak lamban (slow to warm up child), lambat beraktivitas, agak negatif dan moodnya kurang kuat.
Dalam penelitiannya Chess dan Thomas menemukan bahwa 40% anak adalah aktif, 10% bebal dan 15% lamban. 35% yang lain sulit untuk diidentifikasi jenis temperamennya. Selain penggolongan tersebut Jerome Kagan membagi temperamen malu, lemah, segan dan sosialis. Dari kondisi ini para guru dapat memahami bahwa banyak dimensi temperamen yang dapat digunakan guru untuk mengenali siswa-siswa mereka.

Dengan mengenali temperamen siswa tentu selanjutnya guru dapat berinteraksi dengan lebih baik. Sehingga para siswa dapat belajar dan berkembang. Contoh mengenai bagaimana guru menyikapi perbedaan temperamen siswa dapat dilihat atau diunduh disini.

Daftar Rujukan:

Santrock, John W. (2018). Educational Psychology: Theory and Application to Fitness and Performance. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill Education.

https://pixabay.com 

Sunday 12 May 2019

Keterampilan Abad 21

Abad 21 telah membawa begitu bayak perubahan dalam kehidupan kita. Jika dulu orang-orang harus menunggu lama untuk mengetahui berbagai informasi dari tempat-tempat lain, saat ini informasi dapat diketahui dalam hitungan jam bahkan menit setelah kejadian. Para pelajar harus mengunjungi perguruan tinggi di kota-kota besar untuk meminjam buku tertentu, saat ini internet dapat memudahkan mereka memperoleh berbagai literatur dengan cepat. Jual beli pun dapat dilakukan di internet.

Perubahan besar di abad 21 menuntut keterampilan yang berbeda dengan zaman-zaman sebelumnya. Jika tenaga kasar dulunya masih sangat dibutuhkan, maka saat ini pikiranlah yang dibutuhkan. karena tenaga telah banyak digantikan oleh mesin dan robot. Keterampilan menggunakan dan memanipulasi media dan teknologi juga menjadi sangat krusial.


Pendidikan harus dapat mengantisipasi perubahan. Dia tidak boleh stagnan. Para siswa menunggu untuk proses belajar yang dapat menyiapkan mereka menghadapi masa depan yang mungkin akan semakin banyak berubah dan lebih cepat.

Slavin (2018) menyebutkan ada 4 kelompok keterampilan utama dalam menghadapi abad 21 yang harus diajarkan oleh sekolah kepada para siswa, yaitu:
  1. Penguasaan bidang-bidang inti (core subjects) seperti bahasa, matematika, sains, wawasan global dan keterampilan finansial.
  2. Keterampilan untuk belajar dan berinovasi (learning and innovation skills) yang meliputi kreativitas, berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah.
  3. Keterampilan di bidang teknologi, media dan informasi (information, media and technology skills)
  4. Keterampilan di bidang karir dan kehidupan (life and career skills
Keterampilan-keterampilan abad 21 tersebut dapat diajarkan melalui aktivitas dan pengalaman nyata di kelas dan sekolah (contoh-contohnya silahkan lihat atau download disini). Banyak hal yang dapat guru lakukan dan rancang sesuai dengan karakter siswa dan lingkungannya.

Daftar Rujukan:

Slavin, Robert E. (2018). Educational Psychology: Theory and Practice. Twelfth edition. New York: Pearson.

https://pixabay.com

Friday 10 May 2019

Perkembangan Sosial pada Anak

Belajar di sekolah tidak hanya berfungsi untuk mengasah kemampuan berpikir mereka, serta keterampilan-keterampilan seperti membaca, berhitung, menulis dan menggunakan teknologi. Belajar juga harus dapat membuat mereka mengalami perkembangan kemampuan sosial. Lantas apa yang dimaksud dengan kemampuan sosial?

Kemampuan atau keterampilan sosial adalah suatu kemampuan pada diri manusia untuk dapat berinteraksi dan menjalin hubungan dengan baik dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial kemampuan ini sangat penting, bahkan mungkin lebih penting dari kemampuan berpikir. Maksudnya, seseorang yang memiliki kemampuan berpikir yang baik justru dapat mendatangkan masalah bagi orang lain ketika orang tersebut egois, individualistik, tidak dapat bekerjasama dan bahkan suka menyakiti perasaan orang lain.


Menurut Eggen dan Kauchak (2010) perkembangan sosial pada diri anak meliputi dua dimensi utama yaitu:
  1. Kemampuan untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Menurut penelitian, kemampuan ini berkembang dengan lambat mengiringi (walaupun tidak otomatis) perkembangan kognitif anak. orang-orang dengan kemampuan ini akan dapat memunculkan empati dan kasih sayang pada orang lain. Orang-orang dengan karakter tersebut biasanya akan disukai dan dihargai oleh masyarakat di sekitarnya.
  2. Kemampuan menyelesaikan masalah sosial. Arti dari kemampuan ini adalah bagaimana seseorang dapat mengatasi konflik yang dialaminya dengan orang lain. Dengan kemampuan tersebut ia dapat memberi jalan keluar yang membuat semua pihak merasa senang. Dalam setiap relasi pasti pernah muncul perbedaan dan konflik. Kemampuan untuk mengatasi konflik tersebut akan menentukan seberapa awet relasi berlangsung. Orang-orang yang dapat terus menjalin pertemanan, ikatan keluarga atau pun hubungan kerja dalam jangka waktu lama membutuhkan suatu proses perkembangan sosial yang baik. 
Perkembangan sosial pada anak dapat berlangsung dengan baik melalui pengalaman dan latihan. Para guru, orang tua dan pembimbing harus senantiasa memahami kondisi diri anak untuk dapat memberikan petunjuk dan nasehat yang tepat. Contoh yang baik dari mereka juga media yang baik untuk perkembangan sosial anak.

Sekolah yang tidak memperhatikan perkembangan sosial anak, walaupun banyak prestasi, umumnya sangat rentan untuk menimbulkan terjadinya bullying atau intimidasi (untuk mengetahui bentuk-bentuk bullying di sekolah silahkan klik disini). Akibatnya banyak siswa yang akhirnya trauma pada sekolah dan terhambat perkembangan mental mereka.

Daftar Rujukan:

Eggen, P. Kauchak, D. (2010).  Educational Psychology, Windows on Classrooms. Eighth Edition. Upper Saddle River: Merrill

https://pixabay.com

Problem Sampah dan Inovasi Pendidikan Lingkungan

Sampah, terutama sampah plastik, telah menjadi salah satu permasalahan lingkungan besar dunia. plastik yang membutuhkan waktu sangat lama untuk didegradasi secara alami membuat daratan dan lautan banyak dipenuhi plastik. Tidak hanya mengganggu kesehatan manusia, sampah-sampah itu juga menghilangkan keindahan, bahkan membunuh banyak spesies di lautan.


Indonesia menjadi negara terbesar kedua di dunia yang menghasilkan sampah plastik yang mencemari lautan (untuk melihat tabel negara-negara penghasil sampah plastik dunia silahkan klik disini). Hal ini tidak hanya karena Indonesia merupakan negara yang sebagian besar kawasannya adalah lautan, tetapi terutama karena kesadaran masyarakatnya untuk mengelola sampah masih kurang.

Pengelolaan sampah tidak hanya bermanfaat untuk mengatasi permasalahan lingkungan, tetapi juga dapat menjadi jenis pekerjaan yang dapat menjadi sumber penghasilan yang cukup menjanjikan bagi mereka yang mau benar-benar mendalaminya.

Salah satu contoh bagaimana pengelolaan sampah dapat menghasilkan keuangan sekaligus sebagai media pendidikan adalah seperti apa yang dilakukan oleh yayasan Nara Kreatif. Yayasan yang didirikan oleh Nezatullah Ramadhan ini mengelola sampah agar dapat menjadi barang-barang yang layak dijual. Pekerjanya adalah para anak jalanan, untuk kemudian keuangan yang dihasilkan digunakan untuk biaya pendidikan dan asrama bagi anak-anak kurang beruntung tersebut.

Pendidikan lingkungan juga dapat dilakukan di sekolah melalui berbagai mata pelajaran seperti IPA, Agama, pendidikan jasmani, pendidikan kewarganegaraan dan lainnya. Pada setiap mata pelajaran tentunya masing-masing guru dapat merancang kegiatan belajar yang sesuai dengan karakternya masing-masing. Lingkungan sekolah pun harus menjadi media percontohan tentang bagaimana seharusnya sampah dikelola dengan penuh kesadaran.

Media massa pun dapat berpartisipasi dalam program pendidikan lingkungan. Televisi, koran, buku-buku serta radio dapat menyelenggaran berbagai acara inovatif yang mendorong masyarakat untuk mencintai lingkungan mereka dan bersedia untuk merawatnya.

Sumber Pustaka:

Sahwan, F. L. (2011). Sistem pengelolaan limbah plastik di Indonesia. Jurnal teknologi lingkungan6(1).

https://kbr.id/intermezzo/09-2018/nara_kreatif___ikhtiar__memenuhi_hak_pendidikan_kepada_anak_kurang_beruntung_lewat_sampah/97347.html

https://pixabay.com

Wednesday 1 May 2019

Materi Sains: Perbedaan Sel Hewan dan Sel Tumbuhan

Sel merupakan unit fungsional terkecil dalam kehidupan. Pada organisme uniseluler tubuhnya hanya tersusun atas satu sel, namun pada organisme multiseluler tubuhnya tersusun atas banyak sel. Manusia sendiri tersusun kira-kira 100 trilyun sel, sangat luar biasa bukan? yang lebih luar biasa lagi adalah sel-sel sebanyak itu harus bekerja sama dengan teratur untuk mendukung kehidupan satu orang yaitu anda.


Ternyata sel hewan dan sel tumbuhan tidaklah sama persis. Terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Agar lebih jelas kita dapat melihat perbedaan sel hewan dan sel tumbuhan melalui diagram berikut ini (untuk melihat diagram tersebut silahkan klik di sini)

Begitulah kira-kira salah satu hal cara yang dapat digunakan oleh guru ketika hendak mengajarkan perbedaan antara sel hewan dan sel tumbuhan. Pemberian diagram venn yang berisi tentang perbedaan kedua sel tersebut cukup efektif untuk mempertahankan ingatan siswa akan perbedaan pokok antara sel hewan dan sel tumbuhan.

Perlu diketahui bahwa penyajian materi sangat berpengaruh terhadap bagaimana siswa memahami dan mengingatnya. 

Sumber gambar: https://pixabay.com