Tuesday 11 October 2016

Metakognisi

Kesadaran kita untuk tahu bahwa kita belum benar-benar memahami dan menguasai suatu materi akan mempengaruhi bagaimana perilaku belajar. Hal tersebut berbeda dengan mereka yang tidak menyadari akan kemampuan atau kelemahannya. Kemampuan seperti ini disebut dengan metakognisi. Secara sederhana dapat dideskripsikan sebagai pengetahuan akan pengetahuan yang kita miliki sendiri. Atau lebih jelasnya adalah kemampuan untuk mengetahui dan mengontrol upaya atau proses kognitif yang kita alami.

Sebagai contoh proses metakognisi, seorang siswa yang mendengarkan penjelasan dari ahli yang diwawancarainya mencatat secara cepat semua penjelasan sang ahli. Hal tersebut dilakukan karena ia sadar bahwa tanpa catatan tersebut maka semua wawancara itu akan banyak terlupakan. Contoh lain adalah siswa yang mendengarkan penjelasan guru tanpa mencatat, padahal teman-temannya mencatat. Ternyata itu dilakukannya karena kesadarannya bahwa ia tidak mampu memahami sambil mencatat. Akibatnya ia memilih mendengarkan saja, untuk kemudian setelah pelajaran selesai ia meminjam buku catatan dari temannya.

Banyak temuan penelitian yang menyebutkan bahwa anak-anak yang memiliki kemampuan metakognitif yang tinggi ternyata cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang kemampuan metakognitifnya rendah. 


Eggen dan Kauchak (2010) menjelaskan bahwa ada empat alasan ilmiah mengapa metakognisi dapat mempengaruhi keberhasilan belajar.
  1. Anak-anak yang menyadari pentingnya perhatian (atensi) dalam belajar akan menyeting lingkungan belajarnya agar lebih efektif.
  2. Anak-anak yang menyadari bahwa ada kemungkinan untuk terjadinya miskonsepsi akan melakukan tanya jawab dengan orang-orang yang lebih paham untuk mengecek pemahamannya.
  3. Metakognisi membantu untuk mengatur laju informasi yang memasuki memori kerja.
  4. Metakognisi dapat meningkatkan kebermaknaan belajar. Biasanya anak-anak yang kemampuan metakognitifnya tinggi akan selalu mencari keterkaitan antara yang dipelajarinya dengan pelajaran lain dan juga kehidupan sehari-harinya. Seperti untuk apa saya belajar ini?
Metakognisi menjadi salah satu aspek penting dalam keberhasilan belajar. Guru dapat melakukan berbagai tindakan dan strategi untuk memunculkan dan meningkatkan kemampuan metakognitif siswa. namun sayangnya masih banyak guru yang belum menyadari dan melakukannya.


Referensi:
Eggen, Paul. Kauchak, Don. 2010. Educational Psychology, Windows on Classroom. Edisi ke-8, Upper Saddle River: Merrill

Monday 3 October 2016

"Mozart Effect" dan Peningkatan Intelegensi Anak

Musik atau suara dengan irama yang teratur dan menenangkan diyakini banyak orang dapat meningkatkan konsentrasi belajar. Bahkan banyak pendapat yang menyatakan bahwa hal tersebut dapat meningkatkan intelegensi anak. Dalam psikologi fenomena ini dikenal dengan istilah mozart effect. Istilah tersebut berkaitan dengan penelitian pertama terkait pengaruh musik (dalam penelitian tersebut digunakan musik Mozart) terhadap intelegensi anak.


Publikasi hasil penelitian pertama terkait mozart effect adalah di majalah Nature pada tahun 1993. Gordon Shaw, Frances Rauscher dan Katherine Ky, melakukan eksperimen pada tiga kelompok mahasiswa di University of California at Irvine. Sebelumnya ketiga kelompok tersebut diberi pretest untuk menguji IQ spasial. Setelah itu ketiganya diberi perlakuan berbeda, kelompok pertama diperdengarkan musik Mozart (Sonata in D major for Two Pianos, K488), kelompok kedua diperdengarkan musik relaksasi dan kelompok ketiga diberi perlakuan 10 menit hening. Setelah itu ketiga kelas tersebut diuji kembali. hasilnya ternyata menunjukkan bahwa rata-rata IQ mahasiswa kelas dengan perlakuan musik Mozart mengalami peningkatan dibandingkan kedua kelas yang lain. Peningkatan tersebut hanya terjadi selama 10-15 menit sesudahnya.

Penelitian tersebut membuat banyak muncul penelitian-penelitian lain yang serupa untuk membuktikan bagaimana kebenaran efek musik Mozart terhadap IQ. Hasilnya beberapa mendukung mozart effect namun beberapa penelitian lain tidak berpengaruh. Hal tersebut membuat semakin banyak yang tertarik untuk melakukan penelitian yang serupa dengan alat yang berbeda (misalnya menggunakan EEG) dan musik yang berbeda (walaupun sifatnya serupa dengan mozart).

Penelitian paling akhir yang dilakukan oleh Kenneth Steele dari Appalachian State University pada tahun 1999. Hasilnya ternyata menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara musik mozart dengan perlakuan lainnya. Walaupun demikian masih banyak pihak yang tetap tertarik dan bahkan meyakini beradaan efek tersebut. Terutama pihak-pihak komersil yang secara sepihak memanfaatkan hasil peneletian awal yang menunjukkan adanya mozart effect tersebut.

Efek musik atau suara-suara tertentu terhadap konsentrasi atau peluang belajar seseorang, pada situasi tertentu, sebenarnya merupakan suatu fenomena yang dapat diterima secara umum. Namun apakah musik (terutama dalam hal ini musik mozart) atau suara-suara yang sejenis dapat meningkatkan intelegensi, adalah suatu hal besar yang membutuhkan pembuktian yang luas. 

Pada akhirnya, hasil-hasil penelitian selalu memberi peluang besar bagi penelitian-penelitian selanjutnya untuk mencari dan menemukan fenomena dan teori baru. Atau bahkan merombak hasil penemuan sebelumnya.


Referensi:
http://lrs.ed.uiuc.edu/students/lerch1/edpsy/mozart_effect.html