Sunday 31 January 2021

Pengertian orasi (public speaking)

Manusia adalah makhluk sosial. Aktivitas sehari-hari menuntutnya untuk selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Ketika bertemu teman anda akan segera menyapa atau mengobrol santai dengan mereka. Di pasar, ibu-ibu melakukan tawar-menawar dengan pedagang untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Para siswa berdiskusi di dalam kelas untuk mengerjakan tugas kelompok. Hal-hal tersebut merupakan contoh-contoh dari komunikasi yang berlangsung setiap hari.


Lalu apa yang disebut dengan orasi, berbicara di depan publik atau public speaking? Kita mengenal istilah ceramah atau pidato. Apa yang membedakannya dengan berbagai bentuk komunikasi setiap harinya?

Orasi adalah aktivitas berbicara di depan audien dalam rangka menginformasikan sesuatu, membujuk atau menghibur. Adapun karakter dari orasi yang membedakannya dengan komunikasi yang lain adalah sebagai berikut:
  1. Pembicaraan didominasi oleh orator. Dalam orasi sang oratorlah yang banyak berbicara dan audien mendengar. Walaupun demikian, audien sebenarnya juga melakukan komunikasi dalam bentuk respon yang mereka berikan terhadap komunikasi sang orator. Respon tersebut dapat berupa senyuman, tatapan, tepuk tangan, ngantuk, celetukan atau juga pertanyaan. Sang orator harus dapat memahami makna respon audien dalam rangka mengelola orasinya sehingga tujuan orasi dapat tercapai.
  2. Pembicaraan orator terpusat pada kebutuhan dan minat audien. Ketiga tujuan orasi, informasi, persuasi dan rekreasi, sama-sama merupakan kebutuhan audien. Untuk itu topik dan isi pembicaraan seharusnya benar-benar mampu menarik perhatian audien.
  3. Orasi menguatkan bahasa lisan. Dalam suatu orasi kita sering melihat orator menggunakan alat bantu seperti proyektor, papan tulis, gambar, video dan lain sebagainya. Semua alat tersebut hanya berfungsi sebagai pendukung. Alat komunikasu utama dari seorang orator adalah lisannya. Komunikasi verbal menjadi penentu utama dari kekuatan atau kualitas sebuah orasi.
  4. Orasi umumnya dipersiapkan terlebih dahulu, walaupun level dan teknik penyiapan yang dipilih oleh orator mungkin berbeda-beda. Ada orasi yang lebih didominasi oleh improvisasi sang orator di panggung, ada juga yang benar-benar mengikuti perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Ada orator yang mampu memproduksi kata bagus secara spontan sesuai dengan kondisi audien saat itu juga (sehingga orator hanya menyiapkan tema dan pokok pembicaraan saja), namun ada juga yang harus mempersiapkan dan memilih kata-kata dari awal dengan baik.
Seorang guru di depan kelas juga sering melakukan orasi. Dengan demikian keterampilan berorasi menjadi salah satu keterampilan pokok seorang guru. Keempat karakter di atas harus benar-benar diperhatikan untuk dapat memberikan orasi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Berdasarkan pengalaman kalian, karakter orator seperti apa yang dapat membuat suatu orasi berlangsung menarik dan mencapai tujuannya? 

Bacaan Lebih Lanjut:
Fraleigh, D.M., Tuman, J.S. (2014). Speak Up, An Illustrated Guide to Public Speaking (3th ed.). Boston: Bedford/St. Martin's.

Wednesday 27 January 2021

Teknik Coding dengan Strategi Terfokus Interpretasi

Pada teknik coding terfokus deskripsi, kode dibuat pada data yang bersifat deskriptif. Katagori atau konsep yang dihasilkan adalah gambaran nyata dan detail dari fenomena yang diteliti. Istilah-istilah yang digunakan sebagai kode pun adalah istilah asli dari partisipan. Coding seperti itu disebut dengan invivo coding.

Kondisi tersebut berbeda dengan strategi coding terfokus interpretasi. Tipe coding seperti ini tidak lagi fokus pada gambaran atau deskripsi dari fenomena tetapi pada makna. Dengan demikian pada strategi coding ini peneliti mengidentifikasi informasi-informasi penting pada data untuk kemudian menghasilkan kode yang merupakan representasi dari pemahamannya akan informasi-informasi tersebut. Hal ini akan menghasilkan satu kelemahan yaitu bias atau gangguan interpretasi yang muncul dari dalam diri peneliti karena beberapa faktor seperti latar belakang peneliti, keingin atau tujuan tertentu. Untuk meminimalisirnya para pakar kualitatif menyarankan beberapa cara seperti refleksi pada tiap tahapan penelitian, serta memperlakukan setiap informasi penting sebagai bagian yang saling terkait dengan setiap kode yang dihasilkan. 

Peneliti yang berbeda dapat menghasilkan interpretasi yang juga berbeda. Selain itu kode yang dihasilkan pada strategi terfokus interpretsi akan bersifat lebih abstrak dibandingkan pada strategi terfokus deskripsi. Strategi ini sangat cocok digunakan pada tujuan atau pertanyaan penelitian yang bersifat interpretatif seperti menjelaskan dan memahami suatu perilaku atau fenomena. Kata tanya yang umum digunakan adalah apa atau bagaimana. Selain itu strategi terfokus interpretasi juga berguna jika peneliti mendapatkan data yang kompleks sehingga membutuhkan interpretasi untuk menyajikannya kepada pembaca.

Strategi ini dapat digunakan bersamaan dengan strategi coding terfokus deskripsi. Setelah peneliti mengumpulkan informasi-informasi penting dari keseluruhan transkrip sebagai kelompok indikator empiris (bukti-bukti di dalam data) sesuai dengan tujuan penelitian, pertama kali dapat dipelajari apa yang terjadi (dengan menggunakan strategi deskriptif). Dengan berbekal pemahaman awal yang bersifat deskriptif, coding dapat kembali dilakukan untuk menggali maknanya dengan menggunakan strategi terfokus interpretasi.

Pemahaman peneliti akan konteks dari partisipan sangat penting dalam menemukan makna-makna yang tersembunyi di balik pernyataan atau pola-pola perilaku partisipan. Selain melalui pengamatan dan interaksi langsung, pemahaman akan konteks tersebut juga dapat diperoleh dari pustaka atau penelitian sebelumnya. Proses coding seringkali harus diulang, dengan terlebih dahulu peneliti kembali mengambil data berdasarkan kekurangan-kekurangan pada data.

Bacaan Lebih Lanjut:

Adu, P. (2019). A Step-by-step Guide to Qualitative Data Coding. New York: Routledge.

Saturday 23 January 2021

Tiga Ranah Belajar (Tri Nga menurut Ki Hadjar)

Belajar akan menghasilkan pemahaman. Tentu anda dapat melihat bagaimana perbedaan antara orang yang paham dengan yang tidak. Namun sesungguhnya menurut Ki Hadjar belajar tidak cukup berhenti di level paham saja, karena pemahaman akan banyak sia-sia tanpa kita melakukan sesuatu.

Pendidikan harus dapat mengembangkan diri siswa secara utuh, sebagai manusia yang utuh. Menurut Hadjar terdapat tiga aspek kemampuan utama manusia yang harus diajarkan kepada anak didik. Ketiga kemampuan tersebut disingkat dengan tri nga yaitu ngerti, ngarasa dan nglakoni. Berikut penjelasan dari ketiga ranah tersebut.

  1. Ngerti. Dalam bahasa indonesia ngerti berarti paham. Seseorang yang belajar akan memperoleh pemahaman baru atau lebih dalam dari sesuatu yang dipelajari. Belajar ditandai dengan tumbuhnya pengetahuan. Dalam bahasa ilmu pengetahuan modern ngerti dapat disejajarkan dengan ranah kognitf. Namun ngerti tidak menunjukkan suatu kemampuan kognitif tingkat rendah, karena ngerti menunjukkan pemahaman dan kemampuan untuk berpikir terkait dengan pemahaman tersebut. Ngerti tidak hanya sekedar menghafal atau membiarkan pengetahuan mandeg di kepala tanpa diproses lebih lanjut.
  2. Ngrasa. Artinya merasakan. Manusia bukan komputer atau robot yang hanya dapat memproses informasi. Manusia memiliki perasaan yang membuatnya memiliki kepekaan dan ikatan batin dengan manusia lain. Manusia dapat seolah-olah ikut mengalami sendiri kesedihan dan kesenangan yang dialami oleh orang-orang di sekitarnya. Ngrasa membuat manusia dapat menjadi makhluk sosial, yang berbagi cita-cita, keinginan, dan permasalahan mereka. Cinta, kepada sesama manusia, tanah air dan bahkan Tuhan dapat muncul karena kemampuan ngrasa ini. Dalam kurikulum modern kemampuan ini dapat dibandingkan dengan ranah afektif.
  3. Nglakoni. Artinya melakukan atau mengamalkan apa yang telah dipelajari (dipahami dan dirasakan tersebut). Pada teori kurikulum kita mengenal ranah psikomotor, yang lebih cenderung berarti ranah keterampilan motorik. Namun tidak demikian halnya dengan nglakoni. Ki Hadjar menjelaskan bahwa nglakoni adalah kesungguhan untuk melaksanakan pengetahuan, cita-cita serta empati yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam nglakoni terdapat unsur kehendak, kesungguhan dan bahkan perjuangan yang merupakan sumber utama tenaga manusia untuk dapat hidup merdeka.
Demikian penjelasan mengenai bagaimana kesatuan tiga ranah belajar menurut Ki Hadjar Dewantara. Perwujudan ketiga nga tersebut membutuhkan proses yang tidak gampang, karena belajar tidak hanya bersifat teoretis tetapi juga bagaimana membangun kepekaan sebagai manusia dan tekad serta perjuangan untuk mewujudkan cita-cita yang muncul setelah kita memperoleh pemahaman baru.

Bacaan Lebih Lanjut:
Soeratman, D. (1985). Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dewantara, K.H. (2009). Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika

Friday 22 January 2021

Teknik Pengodean (Coding) dengan Strategi Terfokus Deskripsi

Data dalam penelitian kualitatif, baik yang diperoleh melalui observasi maupun wawancara atau bahkan refleksi peneliti, selanjutnya harus diubah menjadi transkrip atau berbentuk tulisan. Karakter dari transkrip yang berkualitas adalah bersifat verbatim yaitu benar-benar menuliskan informasi dari partisipan diusahakan seperti aslinya. Dalam wawancara, ungkapan-ungkapan seperti mmm, anu, dan oh iya, ditulis apa adanya. Hal tersebut akan memberi gambaran bagaimana karakter dan kondisi partisipan saat diwawancarai.

Transkrip selanjutnya akan mengalami proses pengodean (coding). Dalam proses ini peneliti membaca lengkap transkrip, bisa lebih dari sekali untuk mendapatkan pemahaman yang baik, untuk kemudian memilih pernyataan-pernyataan penting dalam transkrip yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Setiap pernyataan penting ditandai dengan sebuah kode yang biasanya berupa suatu kata atau frase yang dapat mewakili makna dari pernyataan yang dipilih. Kemampuan kode untuk mewakili makna membuat para peneliti kualitatif menyebut kode juga sebagai konsep.

Salah satu strategi dalam pengodean data kualitatif adalah strategi terfokus deskripsi (Adu, 2019). Sesuai dengan namanya, kode yang diberikan pada pernyataan-pernyataan dalam stranskrip bersifat deskriptif, artinya kode tersebut tidak membutuhkan interpretasi peneliti untuk membuatnya. Demikian juga umumnya pembaca dapat langsung memahami maksud dari kode. Pengodean terfokus deskripsi dapat diberikan pada peristiwa, seting, perilaku, pengalaman dan cerita. 

Strategi ini membuat data dapat menyampaikan makna secara langsung karena sifatnya yang sederhana dan kongkrit. Oleh karena itu pengodean deskriptif disebut dengan pengodean dasar. Caranya secara singkat adalah dengan meringkas menjadi suatu frase singkat atau bahkan hanya satu kata. Strategi pengodean ini dapat dilakukan dengan menggunakan program komputer misalnya In Vivo, namun tidak demikian dengan strategi yang lain.

Strategi pengodean terfokus deskripsi digunakan apabila terdapat tujuan penelitian yang terfokus pada deskripsi. Beberapa pertanyaan penelitian yang terfokus deskripsi biasanya diawali dengan kata apa, dimana, kapan dan siapa. Selain itu strategi ini juga dipakai pada data yang sifatnya tidak kompleks. Strategi ini juga dapat digunakan bersama dengan jenis strategi yang lain (yaitu strategi pengodean terfokus interpretasi dan strategi pengodean terfokus presumsi).

Bacaan Lebih Lanjut:

Adu, P. (2019). A Step-by-step Guide to Qualitative Data Coding. New York: Routledge.

Thursday 21 January 2021

Analisis Data Kualitatif Model Interaktif

Salah satu tahapan dalam penelitian adalah melakukan analisis terhadap data yang telah dikumpulkan. Dalam penelitian kualitatif proses analisis data tidak menunggu hingga pengumpulan data selesai, melainkan dapat dilakukan sejak awal pengumpulan data dilakukan. Analisis data juga dapat langsung dilanjutkan dengan tahap display (penyajian) data untuk kemudian kembali ke proses pengumpulan data. Proses yang berlangsung tidak dalam satu arah tersebut membuat Miles dan Huberman menyebutnya sengan model interaktif. Dalam artikel seingkat ini akan diuraikan bagaimana model interaktif tersebut.

  1. Pengumpulan Data. Peneliti dapat menggunakan berbagai metode untuk mengumpulkan data sesuai dengan fokus penelitiannya misalnya observasi berpartisipasi dan wawancara. Pengumpulan data dilakukan tanpa sebuah paksaan, dimana peneliti menjalin hubungan yang tulus dengan partisipan, tidak sekedar mengejar data. Data tidak hanya berupa informasi yang diperoleh dari partisipan tetapi juga pemikiran dan refleksi yang dilakukan oleh peneliti ketika berada di dalam konteks (lapangan). 
  2. Kondensasi data. Merupakan proses memilih, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksi dan mentransformasi data hingga menjadi data tertulis (transkrip) yang penuh. Dengan kondensasi data menjadi lebih kuat (jadi tahapan ini tidak hanya mengkode dan mereduksi atau mengurangi jumlah data). Proses kondensasi direncanakan oleh peneliti kualitatif sejak sebelum melakukan pengumpulan data (walaupun masih akan mengalami perubahan-perubahan tertentu kemudian). Perencanaan tersebut dilakukan dengan menyusun kerangka konsep, pertanyaan penelitian dan metode pengumpulan data yang dipilih.
  3. Penyajian (display) data. Adalah proses mengorganisasi sasi agar peneliti dapat membuat kesimpulan dengan baik. Pengorganisasian data membuat penulis dan pembaca dapat memahami apa yang terjadi pada partisipan dengan lebih cepat dan utuh. Dapat anda bayangkan bagaimana suatu pemaparan (informasi) yang panjang hingga ratusan halaman. Dalam proses membaca kemungkinan pikiran akan menjadi blur dan kesimpulan akan sulit diperoleh. Miles, Huberman dan Saldana menyarankan pengorganisasian berbentuk tabel, bagan, matriks maupun grafik.
  4. Penyimpulan. Sejak awal data diperoleh seorang peneliti kualitatif kemungkinan telah dapat membuat kesimpulan sementara yang masih terbuka untuk adanya revisi dengan adanya data lebih lanjut. Peneliti dapat sering mengulangi membaca data yang telah terkumpul untuk melakukan refleksi dan pendalaman pemahaman. 

Bacaan Lebih Lanjut:
Miles, M.B., Huberman, A.M., Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook (3th ed.). Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Wednesday 20 January 2021

2 Jenis Penelitian Etnografi

Etnografi terfokus pada upaya untuk penyusunan suatu deskripsi yang lengkap dan kompleks mengenai kultur dari suatu kelompok masyarakat. Seperti yang telah kita ketahui, kultur terbentuk dari interaksi sehari-hari antar anggota dalam waktu yang sangat lama. Kultur tersebut menjadi identitas mereka, membedakan dari kelompok masyarakat lain.

Terdapat dua tipe utama penelitian etnografi yaitu etnografi realistik dan etnografi kritis. Etnografi realistik merupakan jenis yang lebih lama (tradisional), biasanya digunakan oleh para antropolog. Tujuan dari jenis ini adalah untuk menyusun suatu deskripsi secara obyektif mengenai kultur dari para partisipan. Gaya tulisan etnografi realistik adalah penulisan orang ketiga yang bersifat datar dan obyektif. Sementara sang peneliti tetap berada di “belakang” dalam melaporkan fakta-fakta etnografis. Dalam menyusun suatu interpretasi kultural peneliti banyak menyajikan suara dan pandangan asli partisipan berupa kutipan-kutipan langsung.

Jenis etnografi kedua yang lebih baru adalah etnografi kritis. Pada jenis ini peneliti menyuarakan kondisi partisipan yang terpinggirkan atau diperlakukan tidak adil. Deskripsi dan interpretasi dapat memasukkan suara peneliti sebagai pihak kritis yang membela kepentingan kelompok masyarakat yang diteliti. Etnografi kritis mencoba untuk mendorong terwujudnya emansipasi. Peneliti etnografi kritis merupakan seseorang dengan paradgma politik yang berusaha untuk menyuarakan kepentingan partisipan yang diperlakukan tidak adil dan didominasi oleh pihak lain. Tujuan penelitian etnografi adalah memberdayakan masyarakat yang diperlakukan tidak adil dan tertindas oleh hegemoni pihak tertentu.

Contoh dari penelitian etnografi realistik adalah bagaimana kultur belajar dari anak-anak nelayan untuk nantinya dapat menggantikan peran orang tua mereka sebagai nelayan mandiri. Contoh penelitian etnografi kritis misalnya bagaimana anak-anak nelayan diperlakukan berbeda di sekolah atau bagaimana sistem belajar dan ujian membuat mereka tidak mendukung peran mereka sebagai anak nelayan.

Etnografi membutuhkan suatu interaksi yang benar-benar deka tantara peneliti dengan para partisipan. Peneliti harus dapat diterima oleh masyarakat untuk tinggal dan berinteraksi dalam jangka waktu tertentu. Sebagai awal peneliti dapat mencari seorang gatekeeper atau key informan yang akan menghubungkannya dengan calon partisipan. Kesediaan partisipan harus didasari kesukarelaan sehingga informasi yang mereka berikan benar-benar asli dan bahkan mereka terbuka untuk perubahan yang lebih baik (terutama pada etnografi kritis).

Bacaan Lanjutan:

Creswell, J.W., Poth, C.N. (2018). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches (4th ed.). Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Monday 18 January 2021

Pengertian Etnografi

Penelitian etnografi termasuk salah satu pendekatan dalam metode kualitatif yang paling lama. Pendekatan ini banyak digunakan oleh para antropolog dan menyajikan banyak informasi mengenai berbagai budaya atau kultur dari suku-suku dari seluruh dunia.

Merupakan salah satu pendekatan dari metode penelitian kualitatif. Perbedaan etnografi dari pendekatan lain dalam metode kualitatif adalah para partisipan penelitian merupakan sekelompok orang yang berada di lokasi yang sama, selalu berinteraksi sehingga memiliki pola perilaku, keyakinan-keyakinan serta bahasa yang sama. Dalam bahasa sederhana fokus dari penelitian etnografi adalah sekelompok orang sebagai sebuah kultur.

Beberapa contoh dari kelompok orang dengan sebuah kultur atau budaya antara lain guru-guru di suatu sekolah, para pekerja dari sebuah tempat kerja, masyarakat nelayan di suatu desa, para penghuni lembaga pemasyarakatan, dan lain sebagainya.

Metode utama dari etnografi adalah participant observation, dimana peneliti tinggal bersama para partisipan, berinteraksi dengan mereka dalam kehidupan sehari-hari, mengamati dan mewawancarai para partisipan tersebut dalam seting kehidupan asli mereka. Dalam aktivitas tersebut peneliti berfokus untuk memahami makna dari perilaku, bahasa dan interaksi yang terjadi antar anggota kelompok.

Untuk dapat tinggal dan hidup bersama dengan para partisipan dalam seting kehidupan asli mereka untuk kemudian mendalami makna dari aktivitas dan bahasa masyarakat, tentu saja peneliti etnografi terlebih dahulu harus memahami bahasa dari para partisipan. Secara teknis, persiapan dari penelitian etnografi terhitung yang paling sulit dilakukan. 

Dua tipe utama dalam penelitian etnografi menurut Creswell dan Poth adalah etnografi realistik dan etnografi kritis. Keduanya akan dibahas dalam artikel yang berbeda.

Bacaan Lanjutan:

Creswell, J.W., Poth, C.N. (2018). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches (4th ed.). Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Sunday 17 January 2021

3 Jenis Penelitian Studi Kasus

Sebelumnya, kita telah membahas mengenai salah satu pendekatan dalam metode penelitian kualitatif yaitu studi kasus. Lebih jauh, kali ini kita akan membahas mengenai 3 jenis dari penelitian studi kasus yaitu studi kasus instrinsik, stusi kasus instrumental dan studi kasus kolektif.

Yang pertama adalah studi kasus instrinsik. Tujuan utama dari jenis studi kasus ini adalah untuk memahami suatu kasus spesifik, yang sedikit diketahui orang. Desainnya yaitu desain kasus tunggal. Contohnya adalah penelitian mengenai seorang guru IPA yang sukses dengan program pembelajaran khusus di masa pandemi. Dalam penelitian ini sang peneliti memperlakukan kasus sebagai suatu entitas yang holistik, ia menggali berbagai kondisi atau proses internal yang berlangsung secara utuh dan mendalam. Selain itu tujuan dari studi kasus instrinsik adalah untuk memahami proses secara lebih general berdasarkan analisis dari satu kasus tunggal.

Jenis yang kedua adalah studi kasus instrumental. Dalam jenis yang kedua ini kasus yang diteliti sebenarnya lebih merupakan instrument atau alat untuk memahami sesuatu yang lain yang bersifat lebih general. Sebagai contoh ketika seorang peneliti meneliti kasus pelajar di suatu sekolah yang ditangkap polisi karena minuman keras, ia bertujuan untuk lebih memahami bagaimana proses yang dialami remaja khususnya pelajar hingga benar-benar terperangkap dan kecanduan minuman keras. Analisis dan kesimpulan yang dibuat oleh peneliti pada jenis yang kedua ini agak kurang menyangkut kasus secara langsung akan tetapi lebih mengarahkan pada aspek umum dari topik yang diteliti. Peneliti umumnya tertarik pada mengapa dan bagaimana fenomena itu terjadi. Dengan demikian penelitian ini cenderung untuk membangun atau menguji suatu teori agar dapat memahami suatu isu lebih baik.

Jenis yang ketiga yaitu studi kasus kolektif disebut juga studi multi kasus. Dalam hal ini peneliti berkeyakinan bahwa kejian terhadap beberapa kasus yang memiliki kesamaan terkait topik akan memberikan informasi dan pemahaman yang lebih baik. Jika sumber daya memungkinkan, studi kasus kolektif dapat meneliti hingga 10 kasus. Sifat dari penelitian ini umumnya instrumental dan kurang instrinsik. Sebagai contoh peneliti meneliti beberapa sekolah yang melaksanakan program belajar di alam untuk mengkaji bagaimana motivasi dan pemahaman siswa mengenai IPA sekolah ketika mereka dilibatkan dalam suatu lingkungan belajar yang alami dan bebas.

Bacaan Lanjutan:

Johnson, R.B., Christensen, L. (2017). Educational Research: Quantitative, Qualitative and Mixed Approaches (6th ed.). Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Yin, R.K. (2014). Case Study Research: Design and Methods. Los Angeles: Sage Publication, Inc.

Monday 11 January 2021

Studi Kasus

Salah satu pendekatan dalam penelitian kualitatif yang banyak kita temui dalam referensi hasil-hasil penelitian adalah studi kasus. Seperti namanya, penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bermaksud untuk mengkaji atau meneliti karakteristik dan dinamika sebuah atau beberapa kasus. Pertanyaan lebih lanjut yang tentu muncul adalah apa yang dimaksud dengan kasus?

Kasus dapat berupa obyek sosial (misalnya sekelompok manusia, seseorang, kelas, organisasi, dll), peristiwa (misalnya demonstrasi guru honorer), aktivitas (misalnya belajar di luar sekolah), atau sebuah proses (misalnya menyiapkan rencana pembelajaran). Kasus adalah sebuah sistem yang masih terbatas, artinya banyak bagian-bagian di dalamnya yang belum diketahui sehingga tugas peneliti studi kasus adalah mengeksplorasinya. 

Peneliti dalam studi kasus tertarik untuk mengkaji bagian-bagian dari kasus yang ditelitinya sebagai suatu kesatuan. Analisis yang dilakukannya adalah mengkaji bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain (deskripsi yang bersifat holistik). Sebagai contoh jika anda meneliti sebuah sekolah dengan fokus prestasi di bidang sains maka bagian-bagian dari sekolah tersebut adalah kepala sekolah, guru, siswa, laboratorium, perpustakaan dan lain sebagainya. Peneliti dalam hal ini mencoba untuk mendeskrisikan bagaimana keseluruhan elemen tersebut berinteraksi dalam mewujudkan prestasi sekolah di bidang sains.

Setiap penelitian kualitatif terdapat perhatian yang kuat pada konteks. Kita ketahui bahwa berbagai obyek dan peristiwa sosial terjadi dalam suatu konteks yang membuatnya khusus dan berbeda dengan yang lain. Paradigma inilah yang membuat penelitian kualitatif tidak dapat digeneralisasi. Contoh dari konteks pada prestasi sekolah adalah orang tua siswa, kurikulum, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dengan memperhatikan konteks dari kasus secara hati-hati maka seorang peneliti studi kasus akan dapat menghasilkan suatu deskripsi yang lebih baik dan mendalam.

Terdapat tiga tipe studi kasus yaitu studi kasus instrinsik, studi kasus instrumental dan studi kasus kolektif. Untuk memahami ketiganya kita akan membahas di artikel yang berbeda.

Bacaan Lebih Lanjut:

Johnson, B., Christensen, L. (2017). Educational Research: Quantitative, Qualitative and Mixed Approaches (6th ed.). Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Tuesday 5 January 2021

Skill Esensial dalam Penelitian Kualitatif

Setiap pekerjaan menuntut suatu keterampilan khusus, tentu hal tersebut dapat dipahami oleh kita semua. Ibaratnya seorang yang mengendarai mobil sendiri, tentu ia harus memiliki keterampilan untuk menyetir mobil, menentukan arah, mengenali jalan-jalan dari lokasi tujuan serta memahami rambu-rambu di jalan. Tanpa keterampilan-keterampilan tersebut maka seseorang akan mengalami kesulitan dan bahkan mendabatkan kecelakaan di jalan.

Demikian pula dengan penelitian kualitatif. Terdapat beberapa keterampilan esensial (sangat penting) yang harus dimiliki oleh peneliti kualitatif. Keterampilan tersebut bukanlah keterampilan teknis. Seorang peneliti kualitatif bisa jadi hanya memiliki keterampilan teknologi yang rendah (misalnya hanya menguasai pemrosesan microsoft word), bisa juga seorang dengan keterampilan teknologi yang mumpuni (misalnya menguasai berbagai aplikasi pemrosesan data dan internet). Braun dan Clarke (2013) menyebutkan skill yang esensial bagi seorang peneliti kualitatif adalah sensibilitas kualitatif yang dapat diuraikan menjadi beberapa skill sebagai berikut:

  1. Memiliki ketertarikan pada proses dan makna dari data yang dikumpulkan.
  2. Kritis dalam menggali data dan makna secara mendalam.
  3. Mampu melakukan refleksi, baik mengenai subyek penelitian maupun mengenai diri sendiri.
  4. Peka, baik dalam melihat atau mendengarkan berbagai hal penting yang dilakukan atau disampaikan oleh para partisipan.
  5. Terampil dalam berinteraksi dengan orang lain atau masyarakat (tidak kaku dan terkesan menjaga jarak dengan partisipan).
Keterampilan seorang peneliti kualiatif tidak hanya dibutuhkan saat ia berada di lapangan, tetapi juga ketika harus menggali informasi penting dari berbagai literatur terkat, serta ketika harus melakukan analisis terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Membaca berbagai buku mengenai skill penelitian kualitatif akan membantu, tetapi berdasar pengalaman penulis, hal tersebut masih jauh dari cukup. Pengalaman ketika melakukan penelitian dengan bimbingan seorang ahli, serta ketika melakukannya secara mandiri akan menjadi pengasah keterampilan yang sangat berharga.

Bacaan Lanjut:

Braun, V., Clarke, V. (2013). Successful Qualitative Reasearch: A Practical Guide for Beginners. London: Sage.