Monday 23 March 2020

Filsafat Realisme dalam Pendidikan

Filsafat realisme merupakan aliran filsafat dengan tokoh utama Aristoteles yang hidup di Yunani pada tahun 384-322 SM. Dia merupakan salah satu siswa Plato di Academy (sekolah yang didirikan oleh Plato). Aristoteles dengan berbagai pemikirannya yang luar biasa juga mendirikan sebuah sekolah yang bernama Lyceum.


Jika filsafat idealisme yang dibawa oleh Plato (lengkapnya baca di sini) memandang bahwa yang nyata hanyalah ide di dalam pikiran manusia, sedangkan benda-benda material hanyalah merupakan bayang-bayang dari ide tersebut, maka Aristoteles memandang bahwa materi juga nyata seperti halnya ide. Perbedaannya, jika ide dapat eksis secara independen, maka materi tidak dapat independen dari ide. Artinya, di dalam setiap materi terkandung ide (istilahnya forma) sehingga dapat dipahami oleh manusia (dengan ide-ide di dalam pikiran mereka).

Tugas utama manusia bagi Aristoteles adalah berpikir, memahami berbagai obyek dan peristiwa di alam, termasuk dirinya sendiri. Manusia harus menggali berbagai ide yang terkandung di setiap obyek dan peristiwa alam. Oleh karena itulah kebenaran dalam filsafat realisme dapat peroleh dengan mempelajari materi di luar diri, tidak hanya melalui dialog seperti yang diajarkan oleh Plato dan Sokrates. Ide paling utama dari berbagai materi di alam menurut Aristoteles adalah tujuan. Artinya setiap obyek memiliki tujuan atas keberadaannya. Dengan memahami tujuan tersebut manusia dapat berperan secara tepat sesuai dengan tujuan keberadaannya di alam.

Pada abad ke-17 Francis Bacon menjadi pencetus realisme modern, yaitu dengan konsep berpikir induktif yang nantinya akan mendasari tumbuhnya sains modern. Dalam konsep berpikir induktif Bacon mengajukan suatu metode bagaimana cara mempelajari obyek-obyek atau fenomena secara partikular untuk mendapatkan kesimpulan yang universal. 

Dalam dunia pendidikan paham realisme dapat terlihat dari bagaimana pentingnya interaksi alam nyata (obyek dan peristiwa di sekitar) dengan siswa untuk terjadinya belajar dan berkembang. Dua orang tokoh besar pendidikan anak, Froebel dan Montessori menganjurkan interaksi tersebut dalam aktivitas bermain. 

Referensi:
Ebert, E.S. & Culyer, R.C. (2014). School, An Introduction to Education. Belmont,CA : Wadsworth Cengage Learning

Gambar:
https://pixabay.com

No comments:

Post a Comment