Wednesday 1 April 2020

Teori Belajar dalam Interaksi Teman Sebaya

Ketika sekumpulan anak bermain atau melakukan aktivitas tertentu maka seringkali mereka dihadapkan pada sebuah permasalahan. Sebagai contoh pada kelompok anak yang sedang memancing dihadapkan pada masalah mengenai ikan yang lama tidak kunjung memakan umpan (alias belum ada hasil setelah beberapa waktu memancing). Tentu saja akan terjadi keramaian di dalam kelompok. Ada yang mengajukan gagasan untuk pindah tempat, namun ada juga yang berpendapat lain.

Ada banyak contoh lain bagaimana interaksi komunikatif antara teman sebaya. Di dalam ineraksi tersebut ada proses belajar yang seringkali diremehkan oleh para orang tua dan guru. Mereka yang meremehkan adalah yang berpendapat bahwa belajar lebih banyak terjadi di bawah bimbingan guru atau orang tua saja.


Sesungguhnya tidaklah demikian. Interaksi antar teman sebaya bisa memberikan suatu pengalaman belajar yang berharga, bahkan lebih memiliki dampak perubahan dibandingkan ketika anak dibimbing oleh guru. Dua tokoh besar dalam teori belajar, yaitu Piaget dan Vygotsky, memberikan penjelasan bagaimana proses belajar yang dialami anak dalam interaksi dengan teman sebaya.

Bagi Piaget, interaksi antar teman sebaya merupakan sarana penting untuk perkembangan anak. Alasan utamanya bahwa anak-anak dijauhkan dari kekuatan orang tua (atau guru) yang biasanya membuat mereka lebih penurut dan kurang bebas berpikir. Dalam interaksi teman sebaya akan terjadi konflik kognitif yang maksimal, sehingga anak akan melalui proses berpikir tingkat tinggi dan mengkonstruksi pengetahuan baru.

Adapun Vygotsky lebih memperhatikan bagaimana interaksi sosial yang terjadi dalam hubungan teman sebaya. Pada proses belajar dengan orang tua maka hubungannya jelas, orang tua sebagai pengajar sedangkan anak sebagai pelajar yang dibimbing, Hal ini berbeda dengan interaksi dalam kelompok teman sebaya. Interaksinya lebih bersifat dinamis. Anak dapat secara bergantian menjadi orang yang mengajari dan yang belajar. Pada suatu kasus si A memiliki zona belajar di atas zona proksimal temannya, sedangkan di kasus yang lain justru si B yang berperan demikian. Interaksi antar teman sebaya ini justru lebih banyak dialami oleh seseorang dalam hidupnya. Konsep ini juga dapat diterapkan pada proses belajar sepanjang hayat.

Referensi:
Cekaite, A., Blum-Kulka, S., Grover, V. & Teubal, E. (2014). Children's Peer Talk: Learning from Each Other. Cambridge CB2 8BS: Cambridge University Press

Gambar:
https://pixabay.com

1 comment: